Rabu, 06 Februari 2013

Memilih Jalan Yang Terbaik


 SEBUAH CERPEN..."Memilih Jalan Yang Terbaik"


             Hari yang sangat cerah, tepat pukul 09.00 pagi, ku gayuh sepeda buntutku menuju kampus. Segerombolan Mahasiswa berlari- lari kecil sambil berteriak, bersorak, sekeras- kerasnya. Teknik…. teknik… teknik… berpakaian serba hitam plus kain merah hitam yang direkatkan dikepala gundul para lelaki dan para wanitanya memakai kerudung hitam. Aku jadi teringat dengan suku Kajang Ammatoa’ di Kabupaten Bulukumba, yang senang menggunakan pakaian serba hitam, karena memang itulah salah satu ciri khas dan ditonjolkan mereka diantara beberapa ciri khas yang lainnya. Andai saja ada orang kajang kette’, tulen yang melihat penampilan mereka ini, pasti dikiranya mereka sedang melakukan ritual penghormatan kepada roh- roh yang menghuni alam sekitar mereka, lumayan kampus cukup rindang pasti banyak makhluk halus yang menghuni pohon- pohon raksasa disekitarnya. Cuman mata tak dapat menjamah mereka. “ Yah..iyalah, Nur…namanya juga makhluk halus”. Sahutku dalam hati sambil tersenyum sumbringah.
           Tak salah lagi mereka ini pasti adalah mahasiswa  fakultas Teknik, sama seperti diriku. Setahun yang lalu akupun melakukan dan merasakan hal yang serupa, pada masa- masa pengkaderan angkatanku . Hampir setiap pekan, tepatnya hari Sabtu atau Ahad kami yang masih berstatus MABA alias mahasiswa baru harus patuh dan taat kepada para senior yang rela datang pagi buta menuju kampus dan mereka pun siap memerintahkan kami untuk lari dan berlari mengelilingi kampus yang cukup luas ini, seolah- olah kami ini adalah robot yang remotnya di kendalikan oleh senior, memberlakukan kami seenak jidatnya, kadang ditampar pipi kanan pipi kiri, disuruh menyanyi, kengkereng, ini dan itu. Sebenarnya aku ingin memberontak dan memerdekakan diri sesegera mungkin. Namun apa daya, jika aku memberontak saat itu maka satu angkatan akan mendapatkan hukuman dan dianggap angkatan pembangkang. Aku juga kurang paham, apa dasar yang paling mendasari sehingga senior kami memperlakukan kami secara tidak berprikemanusiaan. Weleh- weleh kok malah menjelek- jelekkan senior yah? Ah …. Enggak juga sih, memang begitulah kenyatannya…he..he..he…
         Yang lalu biarlah berlalu, yang jelasnya sekarang aku tak lagi dibawah kendali para senior itu, aku juga tak begitu kenal dengan mereka. Sepertinya wajah- wajah mereka sudah te-remove dari memoriku. Aku sudah memutuskan untuk tidak ikut dan masuk dalam sistem itu, himpunan maksudku apalagi ikut untuk melestarikan kulturnya yang kurang wajar untuk diteruskan. Toh, hidup adalah sebuah pilihan. Harus berani mengambil resiko dan memilih jalan yang terbaik diantara yang kurang baik. Sekarang aku harus melakukan sesuatu diatas rata- rata sebagian orang. Yang intinya adalah…mendedikasikan diri untuk hal- hal yang positif saja. Dan segera untuk mempensiunkan diri agar tidak lagi ikut mengerjakan hal- hal yang menurutku tidak bermanfaat untuk kehidupan selanjutnya.
*       
          Dan tibalah aku ditempat tujuanku yang sesungguhnya. Ikut dalam salah satu  acara atau wadah yang menurutku sangat baik untuk diikuti. Wadah yang bisa menyalurkan bakatku dan merealisasikan salah satu impianku, yakni keinginanku tuk menjadi salah satu penulis handal. Sebutlah forum ini adalah sebuah forum kepenulisan, forum yang mengajak kita untuk bisa menulis, mengerti tulisan  dan menuliskan apa yang seharusnya dituliskan, tepatnya bercerita diatas kertas, berbagi cerita lewat tulisan, bernyanyi, berpuisi atau bahkan berpantun sekalipun. Merangkai kata demi kata menjadi sebuah paragraf dan seterusnya hingga terciptalah sebuah  karya sastra atau bahkan menciptakan buku. Baik itu cerita fiksi dan nonfiksi, yah… begitulah yang saya dapatkan, selama bergabung di forum itu. Sebuah forum yang tak asing lagi. Namun bagiku masih asing, karena memang aku baru saja bergabung, dan belum disahkan sebagai anggota. Tapi ikut berpartisipasi adalah sebuah bentuk kesyukuran untukku. Sungguh nikmat yang tak dapat aku dustakan. Berupa nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga aku bisa bergabung dengan orang- orang yang mempunyai hobi yang sama denganku. Menulis…maka kita akan dikenal banyak orang… tentunya tidak menjadikan tulisan sebagai koleksi pribadi belaka.
             Sebenarnya bukan itu yang menjadi topikku hari ini, bukan seperti itu topik yang ingin aku rangkaikan dan kubahas secara mendalam. Namun, ada yang lain. Ini tentang perasaan. Tiba- tiba aku ingin berbicara tentang perasaan. Yang akhir- akhir ini….. aneh!
            Aku melihatnya lagi, Aku menatapnya sekilas. Pasti itu dia, dia adalah sosok yang tak asing lagi bagiku. Setiap aku bertemu dengannya, seakan- akan ada angin sekilas yang menyambarku dengan lembut dan  kurasakan kesejukan dirongga- rongga dadaku. Senyumnya, membuatku merasa aneh. Entah perasaan apa yang sedang kurasakan ini. Aku berusaha menyembunyikannya. Bahkan ingin menghilangkannya dengan pasti. Namun, aku tetap saja tidak bisa.  Angin terus saja berhembus menyambar- nyambar kerudung biru langitku. Menambah rasa galau yang membuncah dirongga dadaku. Namun aku tak akan membiarkannya sampai menghunus jantungku. Biarlah hatiku dan Tuhan yang tahu.
           Aku yakin bahwa tak ada yang kebetulan didunia ini, semua telah direncankan oleh- Nya. Semua telah disusun baik sesuai kehendak- Nya. Jika dihitung- hitung tanpa sengaja dan tak terduga sudah lebih dari 5 kali aku berjumpa dengannya  dan anehnya aku menghitungnya. Dia adalah seorang ikhwan, tentu saja. Setiap bertemu  kami tak pernah berkomunikasi apalagi bertatapan lama, paling hanya sekilas namun pasti. Tapi, sebenarnya aku telah mengenalnya. Kebetulan dia pernah menjadi seniorku sewaktu SMP, itu pun aku baru tahu saat dia sudah menjadi Mahasiswa. Saat itu dia mengadakan sosialisasi atau pengenalan kampus di SMA ku 2 tahun yang lalu, dan mengapa wajahnya masih terekam baik dimemoriku, padahal biasanya aku susah mengingat wajah seseorang, apalagi melihatnya hanya sekilas. Tapi ini sungguh berbeda dari biasanya. Ada apa denganku ya Rabb…. ampuni hamba yang dhoif...
          Mengapa wajahnya begitu ramah, begitu sejuk, begitu akrab denganku. Dan hari ini aku berpapasan dengannya di koridor, bahkan dia menyapaku. Seolah- olah itu hanyalah sebuah hayalanku saja. Tapi tidak, ini benar- benar nyata. Baru kali ini dia mengajakku bicara walaupun hanya sebentar. Alhamdulillah, aku masih memegang kuat batas kewajaran itu. Aku masih bisa mengendalikan diriku dan menjaga identitas keislamanku di hadapan- Mu Ya Rabb… ketika ditanya, maka kujawab dengan seadanya. Dengan singkat namun padat, cepat.
            Aku akan berusaha menghilangkan perasaan yang aneh itu, karena sesungguhnya aku kurang yakin dengan apa yang sebenarnya aku rasakan. Aku sungguh lemah jika dihadapkan dengan masalah seperti ini, dan hanya membutuhkan pertolongan dari- Mu Ya Rabb. Biarlah perasaan ini engkau saja Yang Tahu. Walaupun perasaan ini telah menghujam hatiku dan mengambil sebagian waktuku untuk menebak-nebaknya. Aku akan memaksimalkan cintaku pada- Mu, agar kudapatkan cinta yang nantinya Engkau kirimkan untukku. Sebuah perasaan yang membuatku lebih bahagia dan lebih mencintai- Mu… biarlah perasaan ini mengalir seperti air, kunikmati dengan lebih mendekatkan diri kepada- Mu, jika harus hilang perasaan aneh ini, maka ia akan hilang dengan sendirinya. Aku hanya berharap agar Engkau memberikan yang terbaik untukku.
Memilih…yah…aku harus memilih dan bersegera untuk menetapkan hati dan pendirianku. Mengokohkan semangat dan kreativitasku. Aku ingin berbeda dengan yang lain. Aku tak ingin seperti remaja kebanyakan saat ini. Nongkrong di mall- mall, di café, rutin ke bioskop bahkan ada- ada saja mahasiswa yang hobinya nge-labbing. Clubbing? What’s wrong? Because… Bagian dari nikmat duniawi semata yang tentunya bersifat sementara. Jika memperturutkan nafsu saja, maka aku yakin pasti akan celaka. Sebaiknya aku menjauh dari hal- hal yang mungkin saja membuatku lalai.

Jika kebanyakan orang bercermin pada layar te-ve atau komputer, maka aku akan lebih banyak menggunakan waktuku untuk bercermin pada buku. Jika semua orang telah memiliki kendaraan bermesin, maka dengan senang hati ku gayuh sepedaku menuju tempat- tempat terbaik. Jika semua telah senang chatting dan mengirim surat melalui e-mail, maka aku takkan melupakan untuk sesekali menyempatkan waktuku mengirim surat lewat pos untuk sahabatku Rosmah di Padang. Apa kabarkah ia sekarang? Sudah lama aku tak berkirim- kirim surat padanya. Mudah- mudahan ukhuwah diantara kami tetap terjalin kuat. Meski jarak memisahkan kami.
*       
Zaman boleh berubah, kapal boleh berlayar hingga ke samudra. Orde lama telah berganti menjadi orde baru, reformasi hingga menjadi demokrasi yang masih tidak jelas keberadaannya, utopis! hanya Ilusi!!! Demokrasi itu cacat. Namun jangan sampai hal tersebut membawaku kepada sesuatu yang bukan menjadi tujuan hidupku.
Hari ini juga, jam ini, detik ini…. Aku ingin memaksimalkan hidupku hanya untuk kebaikan, tak lagi membuang waktu untuk sekedar memikirkan perasaan yang masih samar- samar. Namun, aku ingin mengabdikan hidup- ku untuk mencapai keridhoan- Nya. Berada pada jalan yang lurus.
Suatu saat nanti, Tuhan akan mempertemukanku dengan orang- orang yang jauh lebih baik, dengan berbagai pengalaman yang lebih menyenangkan. Life is adventure… life is choice...Bila niatan sudah bulat, maka insya Allah…semua akan diloloskan- Nya. Jika Tuhan sudah berkehendak. Maka…qunn faa ya qun… maka jadilah.
*       

Bumi Allah, 28 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar