Rabu, 18 April 2012

‘Tobatnya Si Pezina’
By: Aerin Nahl


Kuingin mencuci kakiku
Yang telah banyak melangkah pada dunia gemerlap
Kuingin mencuci tanganku
Yang telah banyak digenggam oleh lelaki hidung belang
Kuingin mencuci pikiranku
Yang telah banyak berpikiran mesum
Kuingin mencuci bersih mataku
Yang telah banyak melihat yang tak semestinya kulihat
Oh….. Tuhan….
Kuingin kembali pada- Mu….
Aku adalah pezina yang pantas dihukum
Izinkan aku mendekati- Mu
Sebelum tiba masaku…
Agar aku tak menjadi wanita pezina lagi
Menebarkan aroma parfum
Menyebarkan fitnah dan dosa
Sungguh aku malu…

Oh….. Tuhan
Aku adalah hamba yang hina dan berlumur dosa
Berharap ampunan- Mu
Terimalah Tobatku…

SENDU LANGIT SENJA


Langit senja…. Berwarna jingga mempesona bagi mata yang senantiasa memandangnya. Aku berjalan menelususri jalan yang cukup padat dengan beranekaragam kendaraan. Para pekerja kantoran, pegawai maupun buruh telah kembali dari kepenatan aktivitas seharian di tempat kerja menuju rumah yang nyaman, maybe…

Tak cukup jauh aku berjalan dari toko tempatku membeli sapu ijuk, tiba- tiba terdengar suara anak kecil yang sedang menangis piluh seakan sehabis diiris sembilu. Aku pun mulai mencari dimana asal suara itu, mataku mulai melirik kearah persimpangan jalan, kudapati seorang anak kecil, kira- kira usianya 6 atau 7 tahun. “de…. Kenapa ki de”. Tanyaku pada anak kecil itu. Namun dia tetap saja menangis tanpa menjawab sepatah kata pun. Ia merontah seperti sedang kesakitan, tubuh kurusnya ia baringkan diatas lantai semen yang jaraknya sekitar lima meter dari badan jalan arteri.

Anak kecil itu terus saja menangis sambil memegang kakinya, aku melihat ada segelas teh didepannya. Hatiku mulai piluh, siapa kiranya yang sengaja membiarkan anak kecil menangis seorang diri ditepi jalan, waktu maghrib pula. Mungkin suara anak laki- laki ini terhalau dengan suara kendaraan sehingga tak seorang pun yang melihat dan mendengarkannya. Apakah hanya aku yang menyadarinya? Ataukah orang yang lalu lalang tidak menyadarinya, atau pura- pura tidak melihat dan mendengarkannya???

Yah…. Hari memang semakin gelap, umat Muslim tengah menjalankan rutinitasnya untuk melaksanakan sholat Maghrib di Masjid ataupun di rumah masing- masing, aku pun harus segera pulang guna melaksanakan kewajibanku sebagai seorang Muslimah. Jalan pun semakin macet, lampu- lampu ruko, warung dan toko mulai menyala.
Hari menjelang malam. Bintang- bintang mulai nampak, burung- burung bheterbangan meninggalkan senja. Aku sangat terburu- buru untuk segera kembali ke- kosan. Biasanya kau gelisah saat pulang di waktu petang. Tapi…. Anak itu sungguh menghalau langkahku. Tak tega diriku meninggalkannya seorang diri. Mataku melirik kepenjuru arah sekitarku. Tak ada seorang pun yang menampakkan batang hidungya, guna menjelaskan mengapa gerangan anak kecil ini bisa menangis sememilukan ini. Aku sungguh tak tega meninggalkannya, “sebelum ada orang yang bertanggung jawab atas nasib anak ini, aku tak akan pergi meninggalkannya!”. Ucapku dalam hati.

Kantong ditanganku mulai kulirik, sepertinya tadi ada beberapa bungkus nasi pemberian kak Salma dikantin kampus sebelum aku ke toko depan kampus guna membeli sapu. Ku raih sebungkus nasi goreng dan kuberikan pada anak kecil itu. Dia tetap saja menangis, tak menggubris makanan pemberianku, seakan- akan makanan tak berarti lagi untukkya, ia tengah larut dalam tangis pilunya. Anak yang sangat malang, hatiku makin perih melihatnya. Tiba- tiba dari arah kananku, muncul seorang anak perempuan beserta wanita separuh baya dengan sarung yang dililit diatas kepalanya. Wanita paruh baya itu mulai menghampiri anak kecil yang berada tepat didepanku. Dan ia pun menceritakan kronologis singkat , mengapa anak laki- laki malang ini menangis disini, katanya… dia menangis karena ulah teman bermainnya tadi sore. Biasa tingkah laku anak kecil, suka bertengkar dan sebentar pasti baikan lagi. Namun bagiku anak kecil ini tetaplah seorang anak yang butuh perhatian dan kasih sayang, bukan malah ditinggalkan begitu saja, seorang diri dalam kondisi seperti ini.

Aku pun telah mengira sebelumnya, anak ini pastinya anak jalanan, dengan bajunya yang lusuh serta kondisi badannya yang sangat kotor seakan- akan sudah beberapa hari tidak mandi, tanpa alas kaki pula. Oh…. Sungguh memprihatinkan.

Aku mulai bertanya- tanya dalam hati, siapa gerangan ibu dari anak malang ini? Mengapa ia tega membiarkan anaknya keluyuran hingga petang. Akankah tugas seorang ibu hanya melahirkan saja, membesarkan, mendidik biarlah alam yang melakukannya? Sedari dulu aku ingin mempertanyakan ini. Batinku memang tak tenang melihat anak- anak keluyuran di jalan, hidup mereka terbiasa di jalan, mengemis, meminta belas kasih pada siapa saja yang dihampirinya. Pernah, beberapakali ada- ada saja anak kecil yang merengek padaku, meminta uang untuk makan. Kadang kuberi kadang juga tidak samasekali, tergantung sikonnya. Tak bisa kuhitung lagi sudah berapa banyak kutemui anak bernasib sama dengan anak yang kutemui hari ini.

Aku pun mulai kembali melanjutkan perjalananku menuju ke kos’an, sembari tersenyum kepada ibu paruh baya itu. Kelihatanya ia akan berusaha membujuk anak kecil itu dan mengajaknya untuk kembali ke rumahnya. Aku mulai berpikir. Apakah anak itu adalah anaknya? Ah…entahlah… tentunya seorang ibu tak akan tega membiarkan anaknya menangis sepiluh itu, di tepi jalan pula. Di waktu petang pula. Sungguh terlalu, bila ada seorang ibu yang membiarkan anaknya dalam kondisi seperti anak yang kutemui hari ini. Sungguh memilukan!!