Pohon rindang
kini semakin rindang saja. Musim penghujan di kota ini menjadikan pohon didekat
fakultasku semakin rindang. Daun tua mulai berjatuhan meninggalkan ranting-
ranting pohon. Kini daun muda siap menggantikan posisinya. Begitu kompleks
kehidupan ini. Allah- lah yang mengatur segalanya. Dia yang menghidupkan dan
Dia jualah yang mematikan. Dia sungguh Maha Sempurna dan Paripurna.
Manusia pun
seperti daun- daun yang melekat pada ranting pohon. Daun tua baru selesai
dengan tugasnya dan daun muda siap menggantikan tugas sang daun tua. Daun tua
akan berserakan diatas tanah atau mungkin terbakar dan berubah menjadi abu.
Sedangkan daun muda dengan gigih menjalankan tugasnya. Memberikan kesejukan
bagi siapa saja yang berada disekitarnya.
***
Hari ini cerah.
Walaupun masih tampak butiran kristal- kristal air hujan yang jatuh ke bumi.
Tak seperti beberapa hari yang lalu. Hujan terus mengguyur kota dengan lebatnya
dan tanpa pamrih. Setiap pengendara motor wajib mengenakan jas hujan dan sepatu
laras bila tak ingin basah kuyup dan rutinitasnya di luar rumah tidak tertunda.
Hujan lebat mengakibatkan daerah dibeberapa titik mengalami banjir. Para daeng becak menyediakan plastik khusus
agar penumpangnya tidak kebasahan. Dan para pejalan kaki harus menyiapkan
payung sebelum hujan, everytime and
everywhere! Dalam sehari, entah hujan bisa turun berapa kali. Dan kurasa
berkali- kali.
Biasanya sering
kudengar di stasiun televisi adalah “ Jakarta Banjir lagi…”, namun kini kota
Makassar pun mengalami hal yang serupa. Dan kurasa hampir seluruh kota- kota
besar di negeri ini mengalami hal yang sama. Rain agains…
Sepekan yang
lalu. Tepat pukul 00.00 WITA Banjir dengan hangat menyambutku. Ketika baru
kembali dari berlibur, selama sebulan penuh di kampung halamanku. Ternyata kota
ini masih sama. Setelah aku meninggalkannya selama sebulan. Masih tetap lembab
dan basah. Drainase tak lagi bisa menampung air hujan. Ditambah lagi dengan
tumpukan sampah yang berserakan dimana- mana.
Menyumbat aliran air hujan menuju drainase makro, sungai. Mungkin juga
sungai Tello.
Banyak yang
mengeluarkan keluh kesah. Namun sebenarnya mereka tak menyadari apa penyebab
dari terjadinya musibah ini. Mereka hanya selalu dan selalu mengeluh mengenai
akibat. Namun kurang menggubris sebab dari akibat tersebut. Yah…begitulah
kadang- kadang manusia. Lebih banyak yang lalai dibandingkan dengan yang betul
–betul sadar.
***
Kini pondokan
yang kutinggali selama kurang lebih 2 tahun benar- benar terapung. Sesuai dengan
namanya, “ Pondok Terapung”. Para penghuni pondokan pun harus rela melepas
sepatu mereka untuk tiba dikampus dengan selamat…he..he..he.. maksudku,
menyelamatkan sepatu mereka agar tidak basah. Dan mereka pun tetap cantik
setibanya dikampus. Begitulah mahasiswa, selalu berusaha tampil rapi, bersih,
harum dan enak dipandang mata. Namun, ada juga sih mahasiswa yang tampil
alakadarnya bahkan urakan pun ada. Dengan mudah aku jumpai di fakultasku. Kini
mulai dianggap lumrah.
Syukurlah, aku
memiliki sepeda. Jadi tak usah kulepas sepatuku. Tinggal kuroda sepeda diatas
genangan air. Bak sepedaku melayang diatas air. Sempat kulihat di te- ve
beberapa hari yang lalu. Seorang lelaki separuh baya menggayuh sepedanya diatas
sungai, di kota Jakarta. It’s amazing
right….!!! Hebat bukan? Katanya, hal tersebut dilakukan jika sewaktu- waktu
kota Jakarta membutuhkan kendaraan alternatif untuk mencegah kemacetan yang
acap kali terjadi dikota tersebut. Sepeda yang luar biasa kan… jangan salah,
sebenarnya sepedahnya dilengkapi dengan pelampung yang direkatkan di sisi
sepeda. Kemudian digayuh, seolah- olah tengah bersepeda diatas jalan. Mungkin sebagian
orang akan berfikir, it’s impossible idea
!!!, but it is the real man…or it’s
KONYOL… sebagian orang yang melihatnya akan berkomentar, ada- ada saja orang
yang nyari sensasi naik sepeda di atas sungai. Menurutku, it’s so good… begitulah seharusnya manusia. Harus tahu mencari
solusi dari setiap masalah yang ada. Dan tahu bagaimana memanfaatkan alam
dengan sebaik- baiknya, agar tidak murka. Alam benar- benar memperlihatkan
kemurkaannnya kepada manusia. Begitu mudah manusia menggasak, membabat hutan-
hutan. begitu mudahnya manusia membuang sampah di sembarang tempat. Begitu
mudahnya manusia merusak laut and many
more… dan hujan pun dikeluhkan. Bukakankah hujan adalah anugrah Tuhan Yang
Maha Esa? Dan patut manusia syukuri.
Ibu kosku sering
berkata disaat musim hujan melanda “ kapan musim panas akan tiba?”. Kurasa ia
pun akan berkata disaat musim kemarau tiba “ kapan musim hujan akan tiba?”.
Tidak hanya Bu kos saja yang akan berkata demikian. Namun hampir seluruh
manusia. Dan memang manusiawai. Manusia memang senang berkeluh kesah.
Dari cerita
sepada nan jauh disana. Tak perlu kubahas panjang lebar. Pengetahuankau akan
hal itu masih sangat minim. Aku masih perlu belajar banyak tentang pencarian
alternatif. Alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan yang semakin gawat
saja. Betul- betul gawat darurat, mesti di UGD dan ditangani oleh para ahlinya,
spesialis lingkungan. Mungkin juga kelak adalah aku. Bukankah aku kini
bertengger dibawah naungan bidang keilmuan tersebut. TATA RUANG KOTA, akan
sangat bersahabat dengan lingkungan. Bidang keilmuan yang kuselami adalah
program studi pengembangan wilayah dan kota atau disingkat PWK. Dan mungkin bila
nanti Tuhan mengizinkan dan meloloskanku sebagai the true planner dan meneruskan cita- citaku menjadi seorang
pengajar, pengusaha dan konsultan. Mewujudkannya adalah butuh keyakinan yang
maksimal alias tidak setengah- setengah. Salah satu buku yang pernah kubaca
didalamnya terkutip dengan jelas dan diulang beberapa kali pada halaman
tertentu “ Man jadda wajada….”
Intinya, siapa yang bersungguh- sungguh, sukseslah ia. Sebenarnya kutipan ini
tercantum dalam kitab suci al- Quran.
Sungguh, Allah tahu apa yang dibutuhkan oleh hamba- hambanya yang senantiasa
berusaha untuk mendekati- Nya. Begitu juga denganku. Kuingin Tuhan mendengarkan
mimpi- mimpiku, dan ketika aku berusaha sekuat tenaga dan melakukannya dengan
sepenuh hati, aku yakin bahwa kelak Tuhan mengabulkannya. Tuhan memeluk mimpi-
mimpi itu. Amiin…
***
Ketika sebagian
besar orang- orang mulai sadar dan berusaha untuk mencari solusi dari setiap
permasalahan yang ada. Menangani masalah banjir. Mungkin tepatnya, menangani
masalah climate change from global
warming effect. Aku pun perlu banyak belajar.
Sangat jelas dan
nampak dari perubahan iklim. Mulai dari melelehnya es- es raksasa dikutub
utara. Badai salju dinegara- negara barat dan sebagian juga adalah Negara asia.
Aneka badai seperti topan. Tingginya gelombang air laut. Kurasa sudah tak
terhitung berapa kali bumi ini mengalami bencana. Entah bencana karena ulah-
ulah tangan manusia itu sendiri ataukah bencana yang merupakan teguran dari- Nya.
Permasalahnnya adalah keterkaitan antara faktor sebab akibat. Segala akibat
yang timbul pastilah ada sebabnya. Sudah menjadi hukum alam.
Ayahku
seringkali berkata bahwa kerusakan yang terjadi disebabkan oleh ulah tangan-
tangan dari manusia itu sendiri. Aku tahu ayahku megutip kata- kata itu dari
terjemahan ayat suci al- Quran. Aku tahu ayahku begitu peduli dengan alam.
Namun yang kutahu, ayahku sendiri suka mematikan rumput didepan rumahku dengan
menyemprotkannya dengan racun pembasmi semak belukar. Aku lupa merek racun
mematikan itu apa. Yang jelasnya botol yang berisi cairan itu sangat mematikan.
Dapat mematikan tumbuhan maupun hewan. Manusia pun akan mati jika
mengkonsumsinya. Ide bodoh!!! Hal tersebut sama dengan bunuh diri.
Beberapa tahun
yang lalu kudapati kucing peliharahanku mati terkapar setelah beberapa menit
kusaksikan ia skarat. Dan sempat aku meneteskan begitu banyak air mata. Kurasa ia mati karena keracunan. Kulihat ia
memuntahkan beberapa helai rumput. Kutebak, ia mati karena rumput beracun itu.
Rumput- rumput yang telah terkontaminasi dengan racun. Rumput- rumput yang
telah ayah semprot dengan racun. Yang kusesali, kenapa aku tidak melarang ayah
untuk menyemprot rumput dengan racun. Padahal aku tahu bahwa hal tersebut akan
mempengaruhi keseimbangan alam. Simbiosis mutualisme pupus sudah…kekecewaaku
terhadap ayah tak pernah kusampaikan. Kucing kesayangan pun jadi korban dari
kelalaian manusia. Oh.. apakah ayah mengetahuinya…
***
Hujan akan
segera reda. Buktinya kini hari telah cerah. Matahari mulai menampakkan sinar
keemasannya. Aku tak harus puas hanya dengan memandangi daun- daun berguguran
ataukah hanya duduk terdiam menikmati detik- detik terakhir tetersan air hujan
yang masih tersisa pada dahan pohon. Memelototi jam menunggu waktu kuliah
perdana dimulai. Atau sekedar mengeluh. Kenapa masih banyak teman sekelasku
yang senang menghisap rokok dan mengepulkan asapnya hingga menyebar hampir
kesetiap sudut ruangan.
Kira- kira kapan
mereka akan sadar. Aku hanya terdiam, bisu. Berkata dalam hati. Memikirkan
bagaimana cara mengakhiri kebiasaan buruk mereka. Merokok, buang sampah
sembarang tempat, hidup bermewah- mewah dengan cara mengoleksi aneka accessoris
bahkan kendaraan pribadi. Kurasa semua
itulah penyebab dari bencana yang sering terjadi di negeri ini. Astagfirullah….
Biarlah zaman
terus berganti. Namun perubahan zaman takkan mengubah kekuasaan dan ketetapan
Tuhan. Kuyakin kita pun tahu, bahwa ada saatnya lelah akan diganti dengan
ketenangan yang abadi.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar