Bantaeng
Oh Bantaeng
Fajar
mulai menyonsong pagiku, ketika kaki masih beku karena dinginnya suhu udara di
pundak gunung Lompo Battang. Kabut
masih menutupi jalan, pohon dan juga lading petani. Semua masih nampak tak
jelas, hanya terdengar suara- suara sumbang para petani yang mulai sibuk
berkemas menuju lading mereka. Suara kuda samar- samar dari belakang rumah yang
kutempati selama menjadi pendatang alias tamu tak diundang.
Hari
ini adalah hari kedua aku berada ditempat yang asing bagiku. Kemarin dulu aku dating
sebagai orang asing yang sengaja mencari tempat untuk menenagkan diri. Yah… aku
memutuskan untuk peregi seorang diri mencari tempat yang tenang.
Seminggu
di kota tua Bantaeng, kota yang terletak diujung kaki pulau Sulawesi Selatan.
Aku datang dengan tujuan untuk belajar dan mempelajari banyak hal tentang Tata
Ruang Kota. Menjadi mahasiswa yang mengambil bidang ilmu pengembangan wilayah
kota membuatku semakin belajar akan banyak hal baru. Dari sebuah tempat yang kecil hingga kesebuah tempat yang
lebih besar. Survei lapangan, sebuah pekerjaan yang tak asing lagi bagi
mahasiswa PWK seperti diriku. Tenaga, waktu, pikiran, uang semua akan terkuras.
Dan begitulah resiko ketika seseorang memilih untuk masuk kejurusan ini. Namun,
bagiku semua pengorbanan tidaklah berrarti sia- sia dan pasti membuahkan hasil,
walaupun prosesnya panjang dan pahit, akan tetapi akan berbuah manis. Aku yakin
suatau saat akan kutemui diriku menjadi orang yang sukses.
Matahari
semakin memuncak diufuk timur, bertambah naik hingga melewati ketinggianpuncak
gunung Lompo Battang. Sekarang pukul 08. 00 pagi, Anti mengajakku mendaki
dimana bunga- bunga seruni dan Krisan akan terlihat sangat indah. Mendengarkan
cerita Anti semalam tentang tempat yang akan kami kunjungi pagi ini membuatku semakin
betah berada di desa yang baru aku kunjungi ini. Desa yang berada diatas
gunung, jauh dari perkotaan. Membayangkan betapa berbanding jauh dengan suasana
di Kota Makassar yang mulai memanas memasuki bulan April.
Aku
tengah mengenakan Jilbabku lengkap dengan kerudung dan jaket biru kesayanganku.
Kupasang kacamataku yang berembun karena dinginnya udara di desa ini. Aku pun
sangat siap berpetualang hari ini, kuraih ransel dan kugantungkan pada
pundakku. Anti pun sudah siap menjadi kompasku menuju lading bunga.
Khayalanku
semakin tinggi, semakin dekat dengan lokasi jantungku semakin berdetak dengan
cepat. Rasanya tak sabar lagi, aku sungguh penasaran dengan mahakarya Tuhan
yang amat indah itu. Gara- gara Anti menceritakan banyak hal mengenai tempat
itu, sampai- sampai aku membawanya kedalam dunia mimpiku semalam.
Langkah
kakiku semakin cepat saja. Udara pun semakin panas,karena berada pada daerah
ketinggian maka matahari seakan- akan berada diatas kepalaku. Embun mulai
lenyap tersapu teriknya mentari, burung- burung terbang beriringan diatas pohon
cemara, kebun- kebun sawi, kol, stroberi dan wortel mulai kelihatan, hewan-
hewan ternakpun mulai keluar dari kandangnya.
Beraneka
macam bola mata tertuju padaku, didiringi dengan senyuman khas orang desa.
“Ah…betapa ramahnya orang- orang di desa ini”. Tegurku dalam hati. Sungguh, kau
smasekali tak ada kta untuk menyesal telah melarikan diri dari teman- teman tim
surveiku yang masih asyik di Kota Bantaeng.
Akhirnya
kami tiba. Aku dan Anti saling berpandangan kemudian tersenyum lega setelah
hampir satu jam perjalanan dari rumah Anti. Lumayan lama, namun tak berat
bagiku, hal ini sudah merupakan hal yang biasa bagi seorang surveyor.
“
Arin, lihatlah kearah sana” kata Anti sambil menujukkan jari telunjuknya kearah
barat tempatku berdiri.
“Makonja…..”, ucapku dalam hati. Anti
kemudian melongo melihat ekspresi dan mungkin dia bingung dengan bahasa yang
baru aku sebutkan, Makonja artinya
indah dalam bahasa bugis Bone.
“
wah cantiknyaaaa….., ini sungguh luar biasa!”. Sahutku lagi. Anti hanya
tersenyum melihatku.
Hamparan
bunga seruni, bunga Krisan ada dimana- mana. Mulai adari warna merah, kuning,
putih hingga orengs, membuat mataku berbinar- binary dan terkesima dengan
keindahan tempat ini. Seperti dalam negeri dongeng, dan seketika aku
mebayangkan diriku seperti seorang putrid yang tersesat di taman bunga.
Dua
hari yang lalu aku masih menikmati birunya laut di Kota Bantaeng, sekarang aku
berdiri tegak sambil mengepakkan kedua lengan bagaikan burung Nuri ditengah
lautan bunga dengan aneka warna seperti pelangi. Aku sungguh takjub dan bersyukur
atas nikmat hidup yang masih diberikan Tuhan untukku hari ini. Alhamdulillah…^^
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar