Kamis, 22 September 2011

SAD STORY in Pondok TERAPUNG

Menceritakan sebuah kronologi pristiwa mungkin aku telah biasa. Namun, menceritakan kronologi kejadian dicabutnya nyawa seorang manusia mungkin baru kali ini aku akan menceritakannya. Ini yang pertama kalinya. Tubuhku gemetar tak percaya menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri seorang yang kusayangi sebagaimana orangtuaku sendiri telah pergi lebih dulu menghadap sang Khalik.
***
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, tubuhnya telah kaku, nafasnya sudah terengah- engah. Kuperiksa nadinya tak bisa kutemukan lagi denyutannya. Aku hanya berharap pada detakan jantung yang masih bisa kujama dengan tanganku. Aku ingin memompa dadanya, namun aku tak sanggup. Aku bukanlah seorang perawat atau dokter, sama sekali aku tidak tahu cara memberikan pertolongan pertama pada orang yang jatuh pingsan dan skarat seperti ini. Sewaktu duduk dibangku SD beberapa tahun yang lalu aku pernah mempelajarinya,tapi aku telah lupa bagaimana harus memulainya, dari mana kemana.
“Ibu….ibu…ibu….bangun Bu, sadar’ki Bu”, namun Ibu tak kunjung sadarkan diri. Kutekan lagi nadi dipergelangan tangannya sebelah kanan, hasilnya masih tetap saja nihil.
Sang anak yang berada tepat disampingku menangis terseduh- seduh, merengek kapada sang ibu yang belum juga sadar . Andri memintanya untuk segera bangun. Siapa sangka, ibu kosku benar- benar tak sadarkan diri sekarang.
Mahasiswi penghuni pondok Terapung mulai berdatangan melihat keadaan ibu Kos yang belum juga sadarkan diri. Sekitar pukul 19.10 WITA, ibu kosku jatuh pingsan dan tergeletak didepan pintu ruang tamu. Sempat sang anak bungsu menahan tubuhnya, namun Andri sang anak tak dapat menahan tubuh sang ibu yang sudah tak sadarkan diri dan kemudian tergeletak kelantai. Awalnya sebelum ibu kosku jatuh pingsan dan tak sadarkan diri, ia sempat mengeluh kalau ia pusing- pusing, mungkin efek dari tekanan darahnya yang kata Dokter pribadinya, bahwa tekanan darah ibu sedang tidak normal alias tekanan darahnya tinggi setelah melakukan pemeriksaan tadi siang di rumah sakit Labuang Baji’. Kemarin sebelum kejadian malam ini, ibu kos juga sempat melakukan pemeriksaan dirumah sakit tersebut. Dan, kata dokter pribadinya, ibus kosku harus datang keesokan harinya untuk melakukan pemeriksaan darah untuk mengecek kadar kolestrol dalam darahnya.
Ibu kosku kini tak sadarkan diri, satu persatu anak- anaknya datang. Uni anak ketiga dari empat bersaudara yang kini bekerja sebagai karyawan disebuah tempat percetakan, masih dalam keadaan stabil. Uni masih bisa menenangkan dirinya, sedangkan kak Ani si anak kedua ibu kos sudah menangis tak karuan kemudian jatuh pingsan. Sontak ketiga anaknya yang hadir menangis histeris. Kak Eka dan Kak Salma yang sudah sekitar setengah jam menelepon taksi dan ambulans tak kunjung menuai hasil. Kami mulai kecewa, kutelepon keluarga ibu Kos satu persatu, mulai dari bapak kos hingga saudara perempuannya yang berada di luar kota Makassar. Suara yang kudengar dibalik HP terdengar tidak percaya dengan apa yang kukatakan, kualihkan HP- ku pada Andri dan mencoba menjelaskan kepada tantenya. Andri menjelaskan kronologis kejadiannya sambil menangis hingga touchscreen Hape- ku penuh dengan air mata. Air mataku pun akhirnya menetes, padahal kupaksa diriku untuk tak mengeluarkan air mata walau hanya setetes, namun siapa sangaka hati manusia memanglah lemah melihat hal yang memprihatinkan seperti ini. Tiga orang anak perempuan yang ada disampingnya menangis. Hanya anak lelaki satu- satunya yang tak dapat melihat ibu kos dalam keadaan kritis seperti ini.
Taxi pun tiba, menantu ibu kos segera membopong tubuh ibu kos menuju taxi yang berada didepan lorong, Kak Eka dan Kak Salma serta menantunya Kak Lutfi yang mengantarkannya kerumah sakit Wahidin Sudiro Husodo, merupakan rumah sakit terdekat dari tempat yang kami huni. Namun, sangat disayangkan, pihak administrasi bukannya panik melihat ada calon pasien yang sudah skarat malah justru meminta uang admistrasi telebih dahulu. Perjalanan menuju ruang UGD pun sedikit terhambat karena harus membayar administrasi terlebih dahulu. Kak Ani pun segera menyelesaikan administrasinya. Ibu Kos pun segera dipindahkan ke ranjang pasien dan didorong menuju ruangan IRD rumah sakit. Ruangan sangat penuh dengan pasien, Alhamdulillah….. masih ada ruangan yang kosong, selang infus pun mulai dipasangkan beserta cairannya. Alat pendeteksi jantung juga telah dipasang. Lengkaplah sudah alat-alat yang dipasangkan ditubuh ibu yang belum juga sadarkan diri. Busa terus saja keluar dari mulutnya, sehingga alat bantu pernapasan harus dilepas saat penyedotan busa yang keluar terus- menerus dari mulut ibu kos. Cairan bercampur darah pun keluar, kami yang sudah hadir ditempat itu mulai panik. Dan tidak tahu harus berbuat apa. Yang kusaksikan para dokter hanya mampu mengeluarkan cairan yang keluar dari mulut ibu kosku. Tak ada tindakan serius sebagaimana halnya yang sering kusaksikan di film- film. Bukan hanya keluarga pasien yang panik tapi juga sang dokter. Biasanya dokter bercucuran keringat dan sangat sibuk ketika mendapatkan pasien yang kondisinya sakarat seperti ibu kosku saat ini. Apakah mungkin itu hanya ada dinegeri dongeng dan hayalan belaka bila dihadapkan dengan kenyataan ternyata tidak sama? Dan yang kulihat saat ini, bahwa para dokter muda itu telah pasrah?
Mataku mulai berkaca- kaca, air mata yang seharusnya sudah keluar dari cangkangnya kupaksakan untuk tidak kukeluarkan saat itu, mulutku terus saja komat kamit melafadzkan kalimat tauhid. Terus saja kupanggil ibu kos, kubisikkan kalimat La ilaha Illallah….., ibu kos tetap saja membisu, seperti seseorang yang tengah tidur pulas.
Entah sampai kapan akan seperti ini, cairan berbusa terus saja keluar dari mulutnya, dan kadang bercampur darah. Tabung penampung cairan yang tergantung pada sisi kanan ranjang hampir penuh dengan cairan. Dokter Koas rumah sakit terus saja mengeluarkan cairan dengan menggunakan sedotan, panjang selang sedotan itu kira- kira 1 meter. Uni anak ketiganya berkali- kali megusap sisa cairan yang masih tersisa ditepi bibir Bu kos.
“Siapa nama pasien ini?” Kata dokter yang berada disebelahku.
“Ibu Nurhudayah”. Balasku dengan wajah yang penasaran. Kemudian dokter bertanya lagi.
“Berapa umurnya? berapa berat badannya? Berapa tekanan darahnya?” Tanya dokter secara berurutan.
“Umurnya 45 tahun, berat badannya 42, tekanan darah terakhir pemeriksaan di rumah sakit Labuang Baji’ adalah 120/70”. Kemudian, alat tensi darah pun kembali direkatkan dilengan sebelah kiri ibu kos. Ternyata hasil tensi darah ibu kos adalah 110/70, yang artinya normal.
Entah kenapa aku bertindak seperti anaknya saat itu, karena memang ibu kos telah kuanggap sebagai ibuku sendiri. Setelah kurang lebih dua tahun bersamanya, seakan- akan aku memiliki hubungan batin dengannya. Betapa tidak, aku telah memahami sifatnya dan gerak- geriknya. Mungkin aku juga pernah membangkang terhadapnya sebagaimana hubungan antara ibu dan anak.
Awal pertama aku menginjakkan kaki di pondok Terapung, dimana ia menjabat sebagai pengurus pondokan alias Ibu Kos. Aku menganggap dia adalah sosok yang pemarah dan suka mengatur-ngatur orang. Bukan hanya anaknya yang biasa dimarahi, namun juga mahasiswa yang mondok. Termasuk saya sendiri. Yah….tentu saja Bu Kos marah pasti ada alasannya. Misalnya, dia melarang kita untuk mencuci piring dalam kamar mandi, yang katanya mengotori kamar mandi. Dan memang demikian. Namun, tidak dengan saya. Karena saya adalah pribadi yang mencintai kebersihan dan sudah terbiasa sedari kecil. Lantas kenapa Bu kos kadang marah dan mengoceh seakan- akan saya yang mengotori kamar mandi. Atau mungkin perasaan saya saja yang terlampau sensitif. Atau ini hanya kesalahpahaman belaka. Wallahu’alam….yang berlalu biarlah berlalu, dan biarlan menjadi pelajaran dimasa yang akan datang. Semua tinggalah kenangan.
***
Three hours ago…….. ibu Kos masih tetap saja skarat tak sadarkan diri. Wajahnya semakin pucat dan meliahatan menguning, lehernya kehitam- hitaman, mulutnya terus saja menganga dan mengeluarkan cairan bercampur busa.
“Yaa Allah…… tolongah wanita yang telah banyak berbuat baik padaku ini, aku sungguh tak sanggup melihat ia seperti ini”. Hampir lima jam sudah ia tak sadarkan diri. Aku terus saja berdoa dan membisikkan kalimat syahadat disampingnya. Ketiga naka perempuan ibu kos terus saja menangis. Uni yang semenjak tadi berada disampinganya terus saja memanggil- manggil ibu Kos.
“ Ma….ma….bangun’ki ma……..”, ucap Uni sambil menangis terseduh- seduh, lendir dari hidungnya terus saja mengucur. Sesekali aku memberinya tisu dan memegang pundaknnya berusaha untuk membuatnya lebih tenang.
Kak Ani anak kedua ibu kos, mencoba lebih tegar dan menenangkan kedua adik perempuannya, Uni dan juga Andri yang baru berusia 17 tahun. Sedangkan Uni seumuran denganku. Kak Ani telah memiliki dua orang anak lelaki. Danil dan Anis, cucu- cucu kesayangan ibu Kos.
***
Dua tahun yang lalu, tepatnya tgl 24 agustus 2009, aku menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya disebuah rumah yang berdiri tegak diatas rawa yang sudah ditimbun. Namanya Pondok Terapung, tempat yang kuhuni selama dua tahun ini. Didalamnya ada sebuah keluarga yang menurutku penuh dengan warna. Ada Ibu Kos dan juga bapak Kos dan kedua anak perempuannya. Dua anaknya yang lain telah berkeluarga dan memisahkan diri. Satu anaknya berada di Sulawesi Tenggara dan Kak Aniikut suaminya dan menetap di kota Makassar.

bersambung.........

Rabu, 21 September 2011

KETIKA HATI HARUS BICARA

Karena hati harus bicara….
Jika hati mampu berucap, maka ia mampu berkata iya atau tidak. Berkata iya untuk kebenaran dan berkata tidak untuk keburukan ataupun sebaliknya. Hati adalah cerminan wajah. Bila hati ini indah maka indah jualah wajah ini. Ketika hati mulai bicara, maka cobalah untuk berhenti sejenak dan cobalah untuk mendengarkan dengan saksama apa yang dikatakan oleh hatimu, lubuk hatimu. Dengarkanlah baik- baik, apakah ia berkata jujur tau dusta. Saya rasa bagi pemilik hati yang mencintai kebaikan sehingga kebaikan itulah yang melekat dihatinya dan kebenaran yang akan disampaikannya. Tak perlu lagi ragu dalam mengambil keputusan. Karena hati yang bersih akan senantiasa bekata jujur meskipun pahit ketika dikeluarannya melalui mulut.
Karena hati harus bicara….
Yah…hati memang harus bicara, jika ia tak mampu berbicara maka ia telah lumpuh atau bahkan mati. Hati diciptakan Allah untuk manusia hanya ada satu. Sudah menjadi hal yang mutlak, bila manusia harus menjaganya dengan baik- baik dan penuh kehati- hatian. Jika tidak….maka hati akan hancur dan kotor berlumur noda. Akan timbul penyakit hati. Hati akan terserang bintik- bintik hitam yang menjadikan hati itu kelam dan memberikan efek samping berupa penyakit hati, dusta, sombong, hasud, iri, dendam dan lain- lain.
Hati akan mencerminkan siapa si pemilik hati itu. Bila hati itu baik maka yang nampak akan baik pula. Dalam hadist Rasulullah Saw: Dari Nu’man bin Basyir berkata: saya mendengar Rasulullah Saw. Bersabda:
” Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk, Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah “Qolbu” yaitu hati “. ( Hadis Riwayat Bukhori ).

Karena hati harus memilih….
Hati yang berbicara adalah hati yang telah memilih. Apakah ia berkata berdasarkan nafsu, sesuai kehendaknya saja. Tanpa mempetimbangkan hokum syara terlebih dahulu. Tentu saja hati tak sembarang berkata.hati yang baik adalah hati yang telah dibumbui dengan ilmu melalui penalaran di otak. Otak menterjemahkan apa yang diampaikan oleh sang hati. Bila rasional dan tak melanggar hokum- hokum Alloh, maka patutlah untuk dikeluarkan melalui lisan. Namun,jangan sampai berbeda apa yang disampaikan dengan apa yang dipikiran.

Menjaga HATI agar tetap bersih bukanlah hal yang mudah. Terutama untuk kondisi saat ini. Dimana pemahaman manusia yang terkontaminasi dengan pemahaman yang jauh dari syariat Islam.
Bila Aa Gym, mengatakan ataukah bersenandung dalam lagunya yang berjudul “ JAGALAH HATI” maka sepatutnyalah kita sebagai umat terbaik untuk bersunguh- sungguh dalam mejaga kebersihan hati ini. Bukan hanya karena ucapan ulama atau imbalan pahala yang ditawarkan. Namun, karena dengan hati yang bersih membuatmu lebih baik, karena dirimu yakin bahwa Alloh berpihak kepada sang pemilik hati yang baik dan jauh dari kemaksiatan kepada- Nya.

Karena hati adalah lentera…karena hati adalah cahaya…karena hati mampu berbicara….. dengan hati, kita bisa bercerita dengan Sang Khalik. Dengan hati kita mampu berdoa kepada- Nya, sehingga orang- orang disekitar kita tidak pernah tahu apa yang sedang kita harapkan/ adukan kepada Alloh, dan apa yang diucapkan oleh hatimu hanya engkau dan Alloh yang mengetahuinya….yah…tentu saja….engkaupun mempunyai rahasia khusus dan merasakan ketenangan jiwa.

Sungguh….ketika hati yang berbicara maka tak ada yang dapat menentangnya. Hati yang hidup adalah raga yang penuh dengan semangat…keep spirit. Ia pun mampu merangkai kata-kata indah dan orang pun tak ada yang mengetahuinya. Your secret in your heart…..

Sang pemilik hati…..
Biarlah hatimu berbicara apa adanya…..
Berbicara sesuai dengan syariah Islam…..
Karena bersamanya maka ruh dan jasad ini akan selamat…..
Jagalah hati……
Engkau akan tentram dengan hati yang bersih……
Hatimu akan bersinar seterang cahaya mentari……
Biarkan hatimu menanamkan niat yang tulus…….
Sehingga engkau menjadi lebih baik……
Sang pemilik hati yang senantiasa mentautkannya dengan cinta kepada- Nya
Wahai pemilik hati….
Cintailah apa yang dicintai- Nya dan bencilah apayang dibenci- Nya…..
Maka akan kau temui ruhmu berkumpul bersama orang- orang yang mencintai- Nya…..

MAMPUKAH KITA SE- IKHLAS LEBAH?

BISAKAH SE- IKHLAS LEBAH?
Warnanya kuning, dengan garis hitam dibadannya. Ukurannya kecil dengan dua sayap kecil dipunggungnya.
Dialah lebah…..
Lebah yang menghasilkan cairan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Lebah senantiasa menghisap sari- sari bunga atau yang biasa kita sebut nektar. Lebah menghisap nectar tanpa merusak bunga yang ia hinggapi.
Lebah memiliki mata yang cukup besar untuk ukurannya yang kecil, ia memiliki kaki, perut, rahang, antena, kepala, sayap dan juga sengatan untuk menghindari musuh namun manusia menggunakan sengat lebah sebagai pengobatan akupuntur yang berkhasiat bagi kesehatan.
Lebah tentunya diciptakan Allah bukan hanya sekedar penciptaan saja. Namun ia memiliki banyak manfaat bagi kehidupan dan berperan dalam siklus kehidupan.
Lebah, ia adalah hewan kecil yang senantiasa bekerja keras. Mengabdi pada sang ratu lebah. Ia tak memikirkan dirinya sendiri, ia adalah hewan yang suka bekerja sama dan pantang menyerah.
Ukurannya kecil, tapi ia hewan yang kuat. Kekuatannya untuk terbang mencari sumber kehidupan tak pantas kita ragukan lagi, lebah terbang dari pohon ke pohon mencari sari- sari bunga. Ia menghisap sari bunga, lantas apakah bunga itu akan mati setelah ada lebah yang menghisap sarinya? Tentu saja tidak. Justru lebah bisa membantu proses penyerbukan bunga. Itulah salah satu keistimewaan lebah. Ia dapat membantu perkawinan dan perkembangbiakan tanaman.
Yang kita ketahui bahwa lebah hanyalah jenis serangga yang kadang dianggap sangat berbahaya karena memiliki sengatan yang sangat menyakitkan, atau bahkan mematikan. Namun,bukan itu maksud diciptakannya lebah, bukan untuk menyakiti, lebah hanya menyengat manakala ia mendapatkan gangguan ataupun serangan dari musuhnya ataupun manusia.
Kita harusnya bersyukur. Bukankah lebah yang memproduksi madu dan menyimpannya dengan baik dalam sarangnya yang berbentuk unik. Bahkan kita pun bisa mengkonsumsi sarang lebah, yang biasa kita sebut dengan royal jelly. Nikmat bukan?
Dan apakah lebah pernah marah dan menuntut ketika madu yang ia kumpulkan dengan susah payah harus diambil oleh manusia? Tidak kan? Bahkan manusia dapat menghasilkan banyak uang dari hasil penjualan madu yang diproduksi oleh sang lebah.
Kita seharusnya bersyukur, kita masih bisa menikmati madu, yang sampai saat ini masih dapat kita jumpai di toko- toko maupun di supermarket.
Mampukah kita se- ikhlas lebah?
Lebah bekerja tanpa pamrih. Ia senantiasa mengabdi pada sang ratu lebah. Setiap satu sarang lebah terdapat satu ratu lebah pula. Dan tentunya ukuran ratu lebah lebih besar dibandingkan para prajurit/ para lebah pekerja.
Lebah yang kita ambil madunya tak pernah balas dendam, ketika madu disarangnya telah habis kita peras dan disaring, maka ia akan membuat sarang baru lagi dan mulai mencari sari- sari bunga lagi untuk mengisi sarangya yang baru. Ia terus mengumpulkan sari bunga hingga sarangnya penuh, terjadi proses dalam perutnya hingga sari- sari/nektar bunga itu berubah menjadi cairan yang cukup kental yang kita sebut madu. Madu yang sampai saat ini masih terjual dengan harga yang relatif tinggi. Tak semua orang dapat menikmatinya. Jadi, beruntunglah orang yang masih bisa menikmati madu yang sangat berkhasiat bagi kesehatan.
Al Qur'an menempatkan secara istimewa lebah madu menjadi sebuah surah yaitu An Nahl (Lebah Madu). Dalam salah satu ayatnya, “ Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di tempat-tempat yang dibuat oleh manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah di mudahkan. Kemudian dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang berpikir”. (Surah An Nahl ayat 68-69).
Bila lebah telah melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan apa yang diperintahkan Tuhan dan tertera abadi dalam kitab suci Al- Quran. Lantas, apakah kita akan kalah patuhnya dengan lebah? Sedangkan kita mempunyai akal yang sehat dan masih memiliki hati. Dan bukankah surga menjadi tempat bagi orang- orang yang tunduk dan patuh kepada sang Khalik, ini janji Allah. Dan apakah kita sebagai manusia masih meragukan keajaiban penciptaan ini, masih percaya dengan tahayyul, mitos- mitos serta cerita- cerita yang bisa merusak aqidah kita?
Tengoklah lebah……
Ia adalah makhluk kecil yang sangat patuh kepada Allah. Ia tak pernah mengeluh dan putus asa. Ia bahkan rela mati demi manusia.
Dan tahukah kita, ketika sengat ekor lebah kita cabut karena dijadikan sebagai pengobatan akupuntur, maka bebrapa saat lebahpun akan mati.
Begitu juga ketika diserang oleh musuhnya, lebah menusukkan sengatan ekornya berkali-kali ke epidermis/ kulit musuhnya sehingga merasa sakit. Namun, apa yang dilakukan lebah ini ternyata malah membuat sengatnya lepas (tertinggal) di kulit seseorang dan menarik alat sengat dan kantung sengat (yang memang menempel pada sengatnya), dan dalam beberapa menit kemudian lebah pun mati.
Sudahkah kita sekuat lebah? Seikhlas lebah? Sepatuh lebah? Padahal, kita adalah mahkluk yang lebih istimewa dibandingkan lebah. Ataukah kita merasa tidak istimewa, sehingga kita hanya melakukan hal- hal yang biasa saja. Makan, minum, tidur, bekerja….. padahal hidup ini adalah beribadah kepadanya. Segala aktivitas yang kita lakukan saat ini hanyalah sebagai wujud penghambaan kita kepada- Nya. Wallahu’ alam bi’ shawab……